Contoh Dhammadesana Anak
Nama : Ferlian Pasha
Kelas : VI SD Negeri 2 Palembang
Pembimbing : Widya Kusuma & Ivan Yulietmi
Nama : Ferlian Pasha
Kelas : VI SD Negeri 2 Palembang
Pembimbing : Widya Kusuma & Ivan Yulietmi
Matapitu upatthanam
Etammanggalamuttamam
Membantu ayah dan ibu
Itulah berkah utama
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya
Bapak/Ibu
juri yang terhormat, dan teman-teman se-Dharma yang terkasih. Semoga
kebahagiaan senantiasa meliputi kita semua. Pada kesempatan ini saya, Ferlyan Pasya
kelas 6, kontingen dari sumatera selatan akan berbagi Dharma dan cerita dengan
semuanya. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan bahwa membantu ayah dan ibu adalah berkah utama.
Teman-teman
se-Dharma yang berbahagia, tahukah kalian Zang Da?
Zang Da
adalah seorang anak luar biasa dari China. Pada 27 Januari 2006 Zang Da
mendapat penghargaan “Perbuatan Luar Biasa”. Apakah yang membuat Zang Da
memperoleh penghargaan?
Keluarga
Zang Da adalah keluarga yang sederhana, bukan, bahkan sangat sederhana. Ibunya
meninggalkan Zang Da dan ayahnya karena tidak tahan hidup miskin. Zang Da saat
itu berusia 10 tahun. Ia pun harus berjuang mempertahankan hidupnya. Kenapa?
Ayah Zang Da sakit keras, yang membuatnya tak dapat berjalan, apa lagi bekerja.
Bagaimana
Zang Da bisa menjalani hidup seperti itu? Apakah Zang Da akan menyerah? Tentu
saja tidak. Saat pulang sekolah Zang Da melewati hutan kecil, ia pun mulai
memakan bijian-bijian, buah, daun dan jamur. Ia semakin tahu makanan yang
disediakan oleh alam yang dapat dimakannya. Bukankah ia hebat? Biasanya saat
kita lapar kita ingin menikmati makanan yang enak. Mungkin ayam goreng? Mungkin
Nasi goreng buatan ibu?
Teman-teman,
setelah pulang sekolah, Zang Da bekerja memecah batu. Uang yang diperolehnya
digunakan untuk membeli keperluan sehari-hari. Namun, sepertinya ia banyak
menggunakan uang hasil memecah batu untuk membeli beras dan obat ayahnya. Zang
Da bahkan belajar menyuntik dari seorang suster untuk menyuntikan obat kepada ayahnya.
Dengan tekad yang kuat untuk merawat ayahnya, Zang Da memberanikan diri untuk
menyuntik ayahnya. Ternyata berhasil dan ia semakin pandai melakukannya.
Perjuangan
hidup dan kasihnya yang tak lelah menjaga ayahnya, Zang Da patut memdapat
penghargaan. Hal lain yang membuatnya jadi perhatian adalah saat penerimaan
penghargaan. Ada banyak sekali orang-orang kaya yang siap membantu Zang Da.
Namun, saat ditanya apa yang diinginkan, Zang Da hanya menjawab “Mama,
kembalilah. Saya bisa membantu papa, saya bisa mencari makan sendiri. Mama
kembalilah”.
Bukankah
Zang Da adalah anak yang hebat?
Bagaimana
dengan kita? Tentu saja kita adalah anak yang hebat! J
Teman-teman,
tahukah istilah lain untuk ayah dan ibu kita?
Ayah dan
ibu berbuat banyak untuk anak-anak mereka; mereka membesarkan, menjaga dan
memperkenalkan anak-anaknya dengan dunia. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa dalam Anguttara Nikaya, ayah dan ibu disebut dengan istilah BRAHMA yaitu
guru bijaksana dari masa lampau, para dewa yang pantas menerima persembahan.
Didalam Sigalovada sutta, Buddha telah
menunjukkan jalan bagaiamana seorang berbakti pada orang tuanya. Apapun kondisi
orang tua kita, kitalah yang memiliki kewajiban untuk merawatnya.
Apakah
teman-teman ingat apa saja kewajiban anak kepada orang tua? Ya, kewajiban pokok
kita kepada orang tua ada lima.
1.
Menyokong
orang tua yang telah membesarkan kita
2.
Melakukan
apa yang harus dikerjakan demi orang tua
3.
Menjaga
nama baik dan tradisi keluarga
4.
Menjadikan
dirinya patut menerima warisan mereka
5.
Melimpahkan
jasa kebajikan kepada mendiang orang tua
Nah,
teman-taman, selanjutkanya saya akan menguraikan satu persatu bagaimana kelima
kewajiban itu dapat kita lakukan mulai dari sekarang.
Kewajiban
pertama, bagaimana kita melakukannya? Bukankah saat ini kebanyakan dari kita
belum bekerja? Teman-teman yang berbahagia, mulai dari sekarang kita dapat
menyimpan tekad baik untuk meraih cita-cita kita nantinya. Sehingga pada saat
kita telah mandiri kita mampu menyokong ayah dan ibu kita.
Melakukan
apa yang harus dikerjakan demi orang tua. Zang Da telah memberi contoh pada
kita dalam hal ini. Lalu apakah kita juga harus belajar menyuntik seperti Zang
Da? Bukan ini yang saya maksud. Mungkin bisa lebih sederhana dari apa yang
telah Zang Da lalukan. Setidaknya kita tidak merepotkan orang tua kita.
Teman-teman
yang berbahagia. Kewajiban selanjutnya adalah menjaga nama baik dan tradisi
keluarga. Cara menjaga nama baik keluarga adalah dengan menjaga sikap dan
perilaku kita. Sering kita mendapat nasihat dari kakak-kakak di Sekolah Minggu
Buddha bahwa hendaknya kita menjaga pikiran, ucapan dan perbuatan kita.
Sehingga perbuatan kita tidak merugikan orang lain. Karena, jika ada yang
dirugikan maka hal ini akan membuat orang tua kita bersedih.
Ketika
kita memilih mengucapkan kata-kata yang baik dan jujur, kita akan lebih
disayang oleh orang-orang disekitar kita. Sebaliknya saat kita memakai kalimat
kasar itu hanya akan menyakiti orang-orang disekitar kita dan membuat orang tua
kita bersedih. Begitu juga dengan perbuatan kita. Suka memukul, menendang,
jahil pada teman yang lain maka kita akan lebih dikenal sebagai ‘anak nakal’.
Lalu orang-orang akan menceritakannya pada orang tua kita. Bukankah hal ini
akan membuat orang tua kita sedih?
Kewajiban
ke empat yaitu menjadikan diri kita patut menerima warisan. Kenapa? Tahukah
teman-teman Orang tua kita tidak rela melihat anaknya hidup bersusah - susah di
tempat orang lain.Orang tua telah mempersiapkan warisan terbaik (tidak selalu
harta) untuk anaknya, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk
menyerahkan. Maka kita pun juga harus menjadi pewaris yang baik. Bagaimana
caranya?
Ya, tentu
kita bisa mulai dengan menjadi anak berprestasi. Bukan hanya berprestasi dengan
nilai rapor yang bagus namun juga dalam sikap. Seperti tidak boros, suka
menabung, pandai merawat barang yang dimiliki dan sebagainya.
Teman-teman
pasti pernah menerima hadiah dari orang tua kita. Mungkin tas sekolah,
penghapus, pinsil, buku dan lain-lain. Pasti teman-teman akan menjaganya dengan
baik bukan?
Kewajiban
ke lima adalah dengan melimpahkan jasa kepada orang tua yang tiada.
Teman-teman, pasti sedih sekali jika kita ditinggal orang tua. Tahukah
teman-teman siswa utama Buddha yang bernama Bhikkhu Moggalana? Beliau sedih melihat
ibunya berada di alam menderita. Kemudian Bhikkhu Moggalana melimpahkan jasa
kebajikan kepada ibunya. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Bhikkhu
Moggalana.
Ada komik Buddhis yang berjudul Maitrakanyaka, mungkin teman-teman
pernah membacanya. Kisah ini bersumber dari Tripitaka
Sansekerta (diwyawadana) yang juga di pahat pada dinding candi Borobudur.
Maitrakanyaka mendapat pelajaran berharga bahwa seorang anak harus berbakti
pada orang tua (menuruti nasihat-nasihat orang tua) melebihi pencarian harta
duniawi apa pun.
Di dalam sutra bhakti seorang anak, diceritakan
Buddha memberi penghormatan kepada tumpukan tulang yang merupakan tulang milik
seorang ayah dan ibu. Seorang ayah sering pergi ke vihara, berbuat bajik dan
bijaksana menjaga keluarga. Karena itulah tulang ayah berwarna putih. Ibu
mengandung anak-anaknya, menyusui, menjaga dan merawat anak-anaknya. Karena
itulah tulang ibu lebih gelap dan rapuh.
Teman-teman jadi dapat kita simpulkan: jasa orang
tua kita tidak bisa kita balas dengan harta benda. Menjadi anak yang tidak
melupakan jasa-jasa orang tua kita, itu akan lebih baik. Karena dengan begitu,
kita mampu merawat dan melaksanakan kewajiban-kewajiban anak kepada orang tua
kita.
Demikianlah uraian bakti anak kepada orang tua.
Semoga bermanfaat. Jika ada salah kata dan ekspresi, saya mohon maaf. Begitu
juga dengan kebaikan hati teman-teman yang mendengarkan saya ucapkan
terimakasih.
Semoga ayah dan ibu sehat dan bahagia.
Semoga kita berbahagia,
Semoga semua makhluk berbahagia.
Sadhu sadhu sadhu.
Namo Sang Hyang Adi Buddhaya.
Namo Buddhaya
Tidak ada komentar :
Posting Komentar