Fakta Lingkungan Hidup Yang
Menyedihkan Yang Terjadi di Bumi dalam Setiap Detiknya adalah:
- 390 ribu m3 CO2 diemisikan ke udara
- 1.629 m3 gletser di Greenland mencair
- 710 tons O2 berkurang dari atmosfer
- 2.300 m2 lahan produktif menghilang
- 5100 m2 hutan alami lenyap
- 1,3 kendaraan bermotor dan 4,2 televisi diproduksi
- Kenaikan polulasi mencapai 2,4 orang (200 ribu jiwa perhari)
Kondisi
ini tentu sangat memprihatinkan, kalau ditinjau dari penyebabnya tak lain
karena keserakahan manusia yang mendominasi perilaku dalam aktifitas kehidupan,
seperti mengeruk keuntungan tanpa berpikir panjang kedepan.
Padahal
kehidupan ini bukan hanya berlangsung hari ini, saat ini saja tapi masih ada
beribu generasi mendatang yang tak lain mereka adalah anak cucu kita sendiri.
Bisa dibayangkan jika suatu hari nanti anak cucu kita berkelimpahan harta
tetapi tidak ada lagi tempat hijau untuk bermain, tidak ada lagi sungai jernih
yang mengalir, tidak ada lagi air sehat untuk diminum. Apa gunanya memiliki
harta berlimpah tapi tidak ada tempat unuk hidup sehat.
Apapun
yang kita lakukan selalu ada hubungan yang terkait dengan lingkungan disekitar
kita. Hal ini selaras dengan yang disampaikan Buddha lebih dari 2500 tahun yang
lalu mengenai konsep paticcasamuppada.
Konsep
kemunculan yang saling bergantungan (paticcasamuppada)
merupakan pemahaman Buddhis yang pokok. Tidak ada sesuatu yang
terbentuk sendirian karena semuanya terjadi seperti jaringan permata
Indra, masing-masing individu merefleksikan orang lain secara tak terhingga berkali-kali.
Kemelekatan yang kuat akan adanya diri atau ’aku’ bertentangan dengan paticcasamuppada dan merintangi
seseorang mencapai pencerahan. Tanggung jawab pada alam dan
rasa menghargai terhadap semua kehidupan dapat membantu meningkatkan
perubahan dari diri yang individualis menjadi diri yang peduli terhadap
sesama (interbeing).
Thich
Naht Hanh, biku Vietnam yang terkenal, menggunakan istilah interbeing untuk menjelaskan diri
ini yang sesungguhnya tanpa inti. Menurut Thich Naht Hanh, ‘diri’ adalah
sesuatu yang sepenuhnya ‘terbuat’ dari unsur-unsur ‘bukan-diri’.
Mengakui unsur-unsur ‘bukan-diri’ ini berarti menyadari betapa
kelangsungan hidup dan kemampuan berkembang sesosok makhluk
hidup adalah sepenuhnya tergantung pada interaksinya dengan
makhluk-makhluk hidup lainnya.
Ini
merupakan filosofi Buddhis tentang lingkungan yang sangat mendasar. Kesadaran tentang
diri yang tidak kekal melahirkan pemahaman bahwa hidup ini tidak bermakna tanpa
adanya interaksi dengan sesama dan lingkungan.
Buddha
memperjelas saling keterkaitan antara kehidupan manusia dengan lingkungan dalam
syair berikut "bagai seekor lebah
yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah
memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke
desa" (Dhp. 49). Inilah kebijakan yang lahir dari penghargaan terhadap
alam sekitar, dalam mencari nafkah sekalipun seseorang tetap harus
memperhatikan lingkungan, hal ini akan menunjukkan kualitas diri seseorang.
Lingkungan
memiliki peran penting dalam proses belajar, lingkungan yang sehat akan
mendukung proses belajar yang baik sehingga dapat mencapai tujuan belajar
secara maksimal. Buddha bersabda “Hutan
adalah tempat yang menyenangkan, baik untuk melakukan latihan meditasi. Di sana
para petapa yang telah bebas dari nafsu dan menyukai kcsunyian akan menyepi dan
merasa gembira (Dhp 99)”.
Maka program adiwiyata, program yang bertujuan mewujudkan
warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Merupakan satu program yang sangat baik dan selaras
dengan pandangan Buddhisme terhadap lingkungan.
Sekolah
yang memperhatikan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup akan melahirkan
insan-insan yang bukan hanya cerdas tapi juga bijaksana dalam memandang
kehidupan dan lingkungan ini. Apapun profesi yang akan ditekuni siswa kelak
kemudian hari akan selalu memiliki wawasan jauh kedepan (visioner) dengan
memperhatikan bumi ini sebagai tempat tinggal yang tunggal bagi manusia.
Seperti yang Buddha jelaskan dalam kitab Jataka I. 123 “Orang yang pandai dan bijaksana akan berusaha meningkatkan
kesejahteraan atau mencapai sukses yang sebesar-besamya hanya dengan
menggunakan sumber daya yang minimal, seperti ia meniupkan napasnya membuat
api kecil menjadi besar”.
Semoga
tulisan ini memberi kontribusi dalam menumbuhkan keasadarn lingkungan dan
betapa pentingnya program-program lingkungan hidupa mendapat perhatian dan
dukungan dari masyarakat.