WELLCOME, SUGENG RAWUH, SELAMAT DATANG, BE HAPPY

Senin, 22 April 2013

Adiwiyata dan perspektif Buddhisme


Fakta Lingkungan Hidup Yang Menyedihkan Yang Terjadi di Bumi dalam Setiap Detiknya adalah:
  • 390 ribu m3 CO2 diemisikan ke udara
  • 1.629 m3 gletser di Greenland mencair
  • 710 tons O2 berkurang dari atmosfer
  • 2.300 m2 lahan produktif menghilang
  • 5100 m2 hutan alami lenyap
  • 1,3 kendaraan bermotor dan 4,2 televisi diproduksi
  • Kenaikan polulasi mencapai 2,4 orang (200 ribu jiwa perhari)
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, kalau ditinjau dari penyebabnya tak lain karena keserakahan manusia yang mendominasi perilaku dalam aktifitas kehidupan, seperti mengeruk keuntungan tanpa berpikir panjang kedepan.


Padahal kehidupan ini bukan hanya berlangsung hari ini, saat ini saja tapi masih ada beribu generasi mendatang yang tak lain mereka adalah anak cucu kita sendiri. Bisa dibayangkan jika suatu hari nanti anak cucu kita berkelimpahan harta tetapi tidak ada lagi tempat hijau untuk bermain, tidak ada lagi sungai jernih yang mengalir, tidak ada lagi air sehat untuk diminum. Apa gunanya memiliki harta berlimpah tapi tidak ada tempat unuk hidup sehat.

Apapun yang kita lakukan selalu ada hubungan yang terkait dengan lingkungan disekitar kita. Hal ini selaras dengan yang disampaikan Buddha lebih dari 2500 tahun yang lalu mengenai konsep paticcasamuppada.

Konsep kemunculan yang saling bergantungan (paticcasamuppada) merupakan pemahaman Buddhis yang pokok. Tidak ada sesuatu yang terbentuk sendirian karena semuanya terjadi seperti jaringan permata Indra, masing-masing individu merefleksikan orang lain secara tak terhingga berkali-kali. Kemelekatan yang kuat akan adanya diri atau ’aku’ bertentangan dengan paticcasamuppada dan merintangi seseorang mencapai pencerahan. Tanggung jawab pada alam dan rasa menghargai terhadap semua kehidupan dapat membantu meningkatkan perubahan dari diri yang individualis menjadi diri yang peduli terhadap sesama (interbeing).

Thich Naht Hanh, biku Vietnam yang terkenal, menggunakan istilah interbeing untuk menjelaskan diri ini yang sesungguhnya tanpa inti. Menurut Thich Naht Hanh, ‘diri’ adalah sesuatu yang sepenuhnya ‘terbuat’ dari unsur-unsur ‘bukan-diri’. Mengakui unsur-unsur ‘bukan-diri’ ini berarti menyadari betapa kelangsungan hidup dan kemampuan berkembang sesosok makhluk hidup adalah sepenuhnya tergantung pada interaksinya dengan makhluk-makhluk hidup lainnya.

Ini merupakan filosofi Buddhis tentang lingkungan yang sangat mendasar. Kesadaran tentang diri yang tidak kekal melahirkan pemahaman bahwa hidup ini tidak bermakna tanpa adanya interaksi dengan sesama dan lingkungan.

Buddha memperjelas saling keterkaitan antara kehidupan manusia dengan lingkungan dalam syair berikut "bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa" (Dhp. 49). Inilah kebijakan yang lahir dari penghargaan terhadap alam sekitar, dalam mencari nafkah sekalipun seseorang tetap harus memperhatikan lingkungan, hal ini akan menunjukkan kualitas diri seseorang.

Lingkungan memiliki peran penting dalam proses belajar, lingkungan yang sehat akan mendukung proses belajar yang baik sehingga dapat mencapai tujuan belajar secara maksimal. Buddha bersabda “Hutan adalah tempat yang menyenangkan, baik untuk melakukan latihan meditasi. Di sana para petapa yang telah bebas dari nafsu dan menyukai kcsunyian akan menyepi dan merasa gembira (Dhp 99)”.

Maka program adiwiyata, program yang bertujuan mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Merupakan satu program yang sangat baik dan selaras dengan pandangan Buddhisme terhadap lingkungan.

Sekolah yang memperhatikan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup akan melahirkan insan-insan yang bukan hanya cerdas tapi juga bijaksana dalam memandang kehidupan dan lingkungan ini. Apapun profesi yang akan ditekuni siswa kelak kemudian hari akan selalu memiliki wawasan jauh kedepan (visioner) dengan memperhatikan bumi ini sebagai tempat tinggal yang tunggal bagi manusia. Seperti yang Buddha jelaskan dalam kitab Jataka I. 123 “Orang yang pandai dan bijaksana akan berusaha meningkatkan kesejahteraan atau mencapai sukses yang sebesar-besamya hanya dengan menggunakan sumber daya yang mi­nimal, seperti ia meniupkan napasnya membuat api kecil menjadi besar”.

Semoga tulisan ini memberi kontribusi dalam menumbuhkan keasadarn lingkungan dan betapa pentingnya program-program lingkungan hidupa mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat.

Tidak ada komentar :